klik juga blog-pcpm atau puisi.

08 Desember 2007

fresh news

Mewaspadai Wabah "Gelombang Cinta"

SETELAH masa booming bisnis ikan lohan berlalu, kini masyarakat menghadapi kesibukan baru, yakni wabah gelombang cinta! Jenis tanaman hias itu seolah menjadi sihir baru yang mampu menggerakkan hati orang-orang yang sebelumnya bahkan tidak punya ketertarikan sama sekali terhadap tanam-tanaman.

Kini banyak orang rela menginvestasikan jutaan rupiah untuk berbisnis tanaman hias jenis anthurium. Bahkan ada bupati yang mencanangkan wilayahnya sebagai "Kabupaten Anthurium".

Maraknya bisnis tanaman hias dengan maskot "gelombang cinta" merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian. Bagaimana pun fenomena itu perlu disikapi secara kritis agar masyarakat lapis bawah tidak menjadi korban permainan orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan dirinya.

Masyarakat perlu diberikan pencerahan bahwa bisnis tanaman anthurium adalah kegiatan yang tidak masuk akal (irasional) dan berpotensi menjadi wabah yang dapat menggerus ekonomi mereka dalam jumlah jutaan rupiah. Masyarakat lapis menengah bawah sedang disiapkan menjadi korban sembelihan kalangan penjudi kelas kakap.

Melalui artikel ini penulis akan menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan fenomena bisnis tanaman anthurium. Diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan pencerahan dan menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap fenomena yang dalam istilah sebuah surat kabar nasional disebut sebagai dunia dongeng.

Masyarakat Aleman
Merebaknya bisnis tanaman hias anthurium dengan berbagai variannya tidak lepas dari karakter masyarakat Indonesia yang aleman (kolokan), masyarakat yang suka disanjung dan dipuji, masyarakat yang lebih mengutamakan "wuah" dari pada akal sehat.

Karena sifat alemannya itu banyak orang yang sebenarnya tidak mampu, bahkan untuk makan sehari-hari saja pas-pasan, namun tetap menyelenggarakan hajatan besar untuk perkimpoian atau pun khitanan. Karena sifat aleman itu maka banyak warga kalau membeli barang tidak didasarkan atas nilai kegunaan, tetapi lebih untuk pencitraan.

Dalam hal pembelian HP (hand phone) misalnya, masyarakat kita sangat senang mengikuti trend tanpa mempedulikan efektivitas dan efisiensi. Maka kepemilikan HP masyarakat Indonesia tergolong mewah, bahkan mungkin orang-orang Eropa yang pasca sejahtera pun HP-nya kalah mewah dengan milik masyarakat kita.

Kondisi masyarakat yang aleman itu dipahami betul oleh para pelaku bisnis. Oleh sebab itu inovasi produk untuk pasar Indonesia sangat cepat dan hampir pasti setiap hasil inovasi laku keras karena kita selalu bangga memiliki model baru.

Alam kejiwaan sosial yang demikian ditangkap oleh pelaku bisnis sebagai peluang besar yang harus dimanfaatkan. Pebisnis yang bergerak dalam produk manufaktur tentu akan menyuplai barang-barang konsumsi masyarakat.

Sedangkan spekulan akan bermain di ceruk yang mereka anggap potensial untuk mendatangkan keuntungan. Uji coba bisnis ikan Lohan yang sempat menembus harga ratusan juta rupiah rupanya memberi inspirasi kepada para spekulan untuk bermain dalam jenis barang yang lain.

Tanaman hias anthurium tampaknya menjadi pilihan tepat bagi kaum spekulan untuk memainkan alam kejiwaan sosial masyarakat Indonesia yang aleman tadi menjadi sumber keuangan mereka. Perhitungan mereka ternyata tepat, masyarakat berhasil dimainkan alam kejiwaannya sehingga tidak lagi rasional dalam melihat kenyataan.

Masyarakat seolah telah tersihir bahwa bisnis anthurium pasti memberi citra yang bagus dan keuntungan finansial sangat tinggi! Akibatnya banyak pendatang baru dengan relasi terbatas, pengetahuan pas-pasan, rela menjual aset lain untuk diinvestasikan di bisnis 'gelombang cinta" dengan harapan memperoleh sesuatu yang serba "wah", yaitu duit banyak dan citra bagus!

Siapa Kaum Spekulan?
Jika dicermati secara seksama tren bisnis yang sifatnya spekulatif itu muncul sejak dihapusnya Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) dan sejenisnya oleh pemerintah.

Kalau melihat waktu kemunculannya yang demikian itu patut diduga bahwa pentholan (tokoh utama) yang bermain di balik bisnis spekulatif itu adalah para mantan bandar era SDSB. Indikasi lain mengenai dugaan itu adalah pola kerjanya yang sistematis, dan sangat terorganisasi.

Sama seperti waktu pengembangan bisnis ikan Lohan, untuk bisnis anthurium ini pun pola kerjanya sama, yakni lewat mekanisme pameran dan muncul para dolob yang membeli barang dengan harga tinggi, kemudian ada rekayasa pencitraan melalui media massa sehingga masyarakat terpengaruh.

Untuk menggerakkan keterlibatan masyarakat maka muncul dolob-dolob yang berfungsi sebagai pembeli perantara di lapangan. Para dolob itulah yang berperan memainkan harga sehingga masyarakat percaya bahwa pasar tanaman hias anthurium itu memang terbuka luas. Masyarakat tidak sadar bahwa dirinya sedang dijebak masuk dalam model bisnis spekulatif.

Praktik bisnis tanaman hias anthurium menggunakan pola yang dikembangkan dalam model Multi Level Marketing ( MLM) yang mulai dikenal di Indonesia sejak awal 1990-an.

Tanpa disadari dalam bisnis tanaman anthurium dengan segala variannya itu ada hirarkhi up line dan down line, peristis (pioneer), dan pengikut (follower). Mereka yang berada pada posisi upper jelas akan mendapat keuntungan finansial yang berlipat ganda. Begitu juga down line tingkat satu sampai dengan tiga masih dapat merasakan keuntungan yang lumayan baik.

Tapi semakin ke bawah tingkatannya, akan semakin sedikit yang bisa diperoleh, dan down line paling bawah yang jumlah paling banyak akan menjadi korban. Begitulah yang juga dialami dalam bisnis ikan lohan akan terulang dalam bisnis tanaman anthurium. Oleh sebab itu masyarakat perlu bersikap kritis dan mewaspadai potensi bisnis tanaman gelombang cinta akan berubah menjadi wabah sosial yang dapat menggilas masyarakat bawah.

Solusi
Bagaimana meminimalisasi risiko negatif dari bisnis gelombang cinta? Salah satu pilihannya adalah melakukan edukasi pada masyarakat untuk berpikir rasional. Masyarakat perlu diajak berpikir apa manfaat tanaman itu dalam kehidupan sehari-hari, apakah bisa untuk bahan bangunan, apa dapat menjadi bahan obat-obatan, atau adakah manfaat lain yang betul-betul fungsional? Kalau ternyata hanya sebagai tanaman hias dan pemuasan semata, mengapa kita perlu membelinya dengan harga sangat tinggi?

Nilai tambah apa yang kita dapatkan dengan memiliki tanaman anthurium? Kalau sekadar citra agar tidak dianggap katrok dan ketinggalan zaman, mengapa mesti dikelabuhi dengan harga tinggi? Masih banyak peluang lain untuk menginvestasikan uang yang lebih besar manfaatnya bagi masyarakat luas.

Terlalu egois kalau di tengah banyak penderitaan dan meningkatnya jumlah orang miskin masih ada orang yang membelanjakan uangnya untuk sebuah kesenangan sesaat. Sudah waktunya kita lebih bersikap rasional dalam menghadapi kenyataan hidup, bukan dengan mimpi-mimpi. q - s. (2317-2007).

Tidak ada komentar: